Guruku, Terima Kasih

14

Oleh Dr. H. Fadlullah, S.Ag., M.Si.

Guruku, ketika aku menoleh ke belakang, aku melihat betapa panjang langkah-langkah yang telah Engkau tuntun. Pada setiap tapak jejakku, ada cahaya ilmu, teladan, dan doa yang Engkau pancarkan. Jika hari ini aku percaya masa depan dapat digenggam, itu karena Engkau lebih dahulu mempercayakannya kepadaku.

Guruku yang pertama adalah Abah dan Ibuku—dua sosok yang menjadikan rumah sebagai madrasah kasih sayang. Dari mereka aku belajar kesungguhan, ketekunan, adab, dan keberanian untuk melangkah. Doa mereka menjadi pagar keselamatan bagi perjalanan hidupku.

Guru ngajiku adalah pilar awal yang membimbingku mengeja huruf Al-Qur’an, menjaga adab membuka mushaf, dan mengajakku ngelalar kitab warisan ulama. Dari kelembutan suara dan keteduhan sikap mereka, aku mengenal makna ilmu yang harus diresapi dan diamalkan, bukan sekadar dihafal.

Dahulu, di kampungku, rasa terima kasih kepada guru dinyatakan dengan tindakan sederhana: membawa satu dirigen air bersih setiap pagi, mengantar kayu bakar, menyisihkan hasil panen, atau ikut nyangkul di kebun guru. Tidak ada seremoni resmi; hanya ketulusan untuk menghormati cahaya yang menuntun hidup.

Terima kasih pula kepada para guru di Sekolah, Madrasah, Pesantren, Institut Agama Islam, dan Universitas. Setiap jenjang menghadiahkanku lensa baru untuk memahami dunia, mengasah nalar, memperhalus karakter, dan meneguhkan keberanian untuk terus mencari kebenaran.

Begitu juga sahabat dan kolega di Asosiasi Masjid Kampus Indonesia; kalian adalah guru dalam wujud persahabatan dan aksi. Dari kalian aku belajar makna kolaborasi, keberanian bergerak, serta bagaimana menjadikan masjid sebagai pusat tumbuhnya peradaban kampus.

Dan para kiai di Forum Silaturrahim Pondok Pesantren Provinsi Banten—kalian adalah inspirasi gerakanku. Keteladanan, keluasan ilmu, dan keteguhan kalian menjadi suluh yang menuntun bahwa dakwah dan pendidikan adalah amanah lintas zaman.

Dari semua guru itu, aku belajar bahwa sukses bukan sekadar pencapaian materi, tetapi proses menjadi manusia yang bermanfaat; bahwa kekayaan sejati adalah keluasan hati; dan kemuliaan hanya hadir bagi mereka yang terus memperbaiki diri.

Guruku, terima kasih. Semoga Allah membalas setiap lelah dan keikhlasanmu dengan kebaikan tak terhingga. Semoga ilmu yang Engkau berikan menjadi amal jariyah yang terus mengalir, dan semoga aku mampu menjadi murid yang membuatmu bangga—hari ini, esok, dan selamanya. (*)

Soeh studio Jasa Pembuatan Website