Niat Baik Jalan Takdir Baik

23

Dr. H. Fadlullah, S.Ag., M.Si.
Dekan FKIP UNTIRTA

Akhirnya, dua guru asal Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yaitu Drs. Abdul Moeis dan Drs. Rasnal, M.Pd, mendapatkan rehabilitasi dari Presiden Prabowo Subianto pada Kamis, 13 November 2025. Dua guru tersebut sebelumnya diberhentikan dengan tidak hormat, dengan tuduhan melalukan pungutan ilegal, sebagai imbas dari niat baik membantu sekolah membayar gaji guru honorer yang tidak dibayar 10 bulan lamanya. Tidak dibayar karena tidak terdaftar di dapodik dinas pendidikan.

Niat baik dua guru asal Luwu Utara membantu sekolah, membayar gaji guru honorer melalui inisiatif musyawarah komite sekolah, sepakat setiap orangtua siswa yang mampu iuran 20 ribu rupiah. Kasus ini menjadi contoh empiris, niat baik menjadi jalan berlakunya takdir baik, sebagaimana hadits qudsi dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah ﷺ bersabda, bahwa Allah berfirman: “Aku bergantung pada dugaan hamba-Ku kepada-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku…” (HR. Muslim 2675a).

Hadis di atas menegaskan bahwa gerak batin manusia—niat, prasangka, dan arah kesadaran—bukan persoalan personal belaka, tetapi bagian dari jalan takdirnya. Niat dalam tradisi tasawuf dipandang sebagai cahaya awal yang menuntun manusia melihat dunia dengan kacamata hati. Para sufi meyakini bahwa manusia tidak hidup semata dalam peristiwa, tetapi dalam kualitas kesadarannya terhadap peristiwa itu. Dengan niat baik, hati menjadi jernih, dan kejernihan itu menarik peristiwa-peristiwa yang bernuansa kebaikan.

Neville Goddard melalui The Power of Awareness menekankan bahwa manusia menjadi seperti apa yang ia sadari dan ia yakini. Pandangan ini selaras dengan ajaran tasawuf: bahwa manusia berjalan dengan apa yang mengisi hatinya. Ibn ‘Arabi menjelaskan bahwa hati adalah tempat tajalli Tuhan; jika hati dipenuhi niat baik, cahaya kebaikan memantul kembali dalam hidup dan hubungan antar manusia.

Para sufi sangat menekankan imajinasi kreatif sebagai kemampuan merasakan kebaikan sebelum ia tiba. Dalam bahasa tasawuf, ini adalah khayal shadiq—imajinasi yang selaras dengan niat dan realitas spiritual. Rumi menyebutnya sebagai “mata hati” yang menangkap jejak rahmat Tuhan sebelum mata lahir melihatnya. Imajinasi baik yang lahir dari niat baik menjadi benih amal saleh yang berbuah dalam kehidupan sosial.

Ketika hadis qudsi menyatakan bahwa Allah bersama hamba yang mengingat-Nya, para sufi menafsirkannya sebagai kesadaran hadir (hudhur). Hadirnya hati kepada Allah membuat seseorang lebih mudah tergerak untuk berbuat baik kepada sesama. Ingatan kepada Tuhan menumbuhkan empati, menenangkan amarah, dan melembutkan tindakan. Dari kesadaran ini, amal baik lahir bukan sekadar sebagai kewajiban, tetapi sebagai refleksi cinta.

Dalam pandangan tazkiyah al-nafs, niat baik adalah sumber kebajikan. Ia membersihkan ego dari keinginan merugikan, dan memunculkan ruang bagi kasih sayang. Al-Ghazali mengibaratkan niat sebagai akar pohon; bila akarnya baik, ranting, daun, dan buahnya pun baik. Amalan manusia akan memberikan manfaat lebih luas ketika lahir dari hati yang bersih dan niat yang tulus.

Prasangka baik kepada Tuhan adalah bagian dari niat baik. Para sufi mengajarkan husn al-zhan biLlah sebagai pondasi kehidupan ruhani. Seseorang yang berprasangka baik akan memilih cara hidup yang lebih dermawan, lebih tenang, dan lebih peduli pada sesama. Ia percaya bahwa kebaikan tidak pernah hilang; ia selalu kembali dalam bentuk yang tak terduga. Imbasnya, ia menjadi sumber kedamaian bagi sekitar.

Neville Goddard menyebut bahwa asumsi kita membentuk realitas kita. Para sufi menyempurnakan prinsip ini dengan mengatakan: realitas terbaik lahir dari niat baik dan tawakkal. Kesadaran baik tidak berhenti pada konsep mental, tetapi menuntun tindakan nyata—menolong, mengajar, berderma, memaafkan, dan menghidupkan harmoni sosial. Niat baik mendorong amal baik; amal baik memperbaiki keadaan masyarakat.

Kesadaran yang dilandasi niat baik melahirkan akhlak. Seseorang yang yakin bahwa Allah bersamanya dalam setiap langkah akan menahan diri dari perbuatan buruk dan memperbanyak perbuatan baik. Dalam tasawuf, ini disebut muraqabah, yaitu merasakan pengawasan kasih sayang Tuhan. Ketika seseorang merasa dilihat dengan kasih, ia terdorong untuk menghadirkan kasih itu kepada sesama manusia.

Dalam perjalanan spiritual, niat baik adalah langkah pertama sekaligus mercusuar di kejauhan. Ia menjadi kompas moral yang membimbing seseorang melewati keraguan dan godaan. Kesadaran yang tertata, niat yang jernih, dan amal yang baik membentuk watak manusia yang bermanfaat bagi masyarakat. Hidupnya menjadi mata air yang mengalirkan manfaat, bahkan ketika ia tidak menyadarinya.

Dalam kehidupan modern yang penuh kegaduhan, kesadaran mudah terpencar. Hati mudah diganggu kecemasan, pikiran terpecah oleh informasi, dan waktu tersita pada rutinitas tanpa makna. Niat baik menghadirkan kembali pusat hidup. Ia menyatukan hati, pikiran, dan tindakan untuk tujuan yang mulia: menghadirkan kebermanfaatan bagi sesama.

Niat baik juga mampu membangun jembatan antar manusia. Ia menciptakan ruang dialog, saling percaya, dan kerja bersama. Dalam masyarakat majemuk, niat baik menjadi energi sosial yang menghindarkan konflik dan memperkuat persaudaraan. Kebaikan seperti ini bersifat menular; satu tindakan kecil bisa menyebar menjadi gelombang kebaikan yang lebih luas.

Para sufi meyakini bahwa setiap amal baik tidak pernah hilang. Ia tercatat di sisi Tuhan dan tertanam dalam ingatan sosial. Ketika seseorang menolong orang lain, ia sebenarnya sedang menolong dirinya sendiri pada masa depan. Kebaikan kembali dalam bentuk yang lebih besar—melalui doa, dukungan, atau keberkahan yang tidak terduga. Inilah hukum spiritual yang dikuatkan oleh hadis qudsi: Tuhan membalas langkah kecil dengan karunia berlipat.

Pada akhirnya, niat baik adalah fondasi dari takdir baik. Ia menuntun seseorang untuk mengambil keputusan yang benar, memilih jalan yang bermanfaat, dan menjaga lisan serta perbuatannya dari kerusakan. Dalam kerangka ini, The Power of Awareness berpadu indah dengan tasawuf: kesadaran baik melahirkan niat baik, niat baik memandu amal baik, dan amal baik membuka jalan bagi takdir yang lebih baik.

Kesadaran, niat, dan amal saling menguatkan. Ketika niat baik dijaga dan diarahkan kepada Allah, hidup menjadi lebih ringan, hati lebih lapang, dan hubungan manusia lebih harmonis. Dan ketika langkah kecil menuju kebaikan dibalas oleh Tuhan dengan anugerah yang melimpah, benarlah pesan hadis qudsi itu: setiap niat baik adalah awal dari perjalanan menuju takdir yang penuh cahaya.***

Soeh studio Jasa Pembuatan Website