SEPOTONG BULAN MERAH SAGA
Tuhan, aku datang padamu bukan untuk merayu agar sepotong bulan merah saga itu menjadi milikku
aku datang menjelma debu di lautan pasir yang tak bertepi
mengemis ampun atas gunungan dosa yang kutumpuk dalam ratusan purnama
malam menjadi ganjil
tubuh bergetar menahan gigil dan nyeri di ulu hati
ribuan pelukan tak kan mampu membuat gemuruh badai ini menjadi tenang
*
Adakah wajah-Mu di putih langit malam ini?
bolehkah sekejap saja aku menatap?
atau kan Kau biarkan jiwaku menetap?
mungkin aku akan menggelepar
seperti ikan di pantai yang tetiba kosong
sekarat dalam pusingan angin
atau gugur seperti daun kering
*
Tuhan, aku datang pada-Mu bukan untuk merayu
bawalah perasaan cinta yang kusut ini
jadilah ia seperti buih di lautan air mata penyesalan
sebab aku terlampau dungu untuk mengerti
kenapa ombak memecah tegar karang karang
tenggelamkan rindu yang berat ini, Tuhan
bagi kapal besar karam
menjadi bangkai di laut dalam
ditikam gelap dan hening paling sunyi
| Pinggang Cirarab, Oktober 2025
FRAGMEN KAMU
Bagian 1
Kata kata menguap dalam udara dingin
bukan dalam air mendidih yang kau biarkan kering
untuk se gelas teh dan percakapan soal rindu
aku padanya, kau pada dia
*
Kemarin angin ribut sendiri
seperti aku dan kamu tak punya jeda untuk berdamai
hanya ada pertengkaran panjang
bagai jalan menuju suatu kota
yang kita habiskan untuk menertawakan luka
lukaku saja
lukamu apa? Tak ada!
*
Kekasihmu seperti purnama yang kita tatap
di malam ke tiga belas
ranum dan manis
kau menatap, merindu
aku membaca isi kepalamu
tapi kau bilang aku salah besar
*
Kekasihku seperti angan angan masa kecil
dipatahkan kenyataan dan keasingan
dalam malam tanpa sebatang lilin pun
hanya sepi, dingin makin menusuk
*
Kau bilang kita se jiwa?
tapi tidak pernah benar benar ada aku di sana
hanya setitik iba yang kau bawa atas nama persahabatan
kau bilang kita se jiwa?
tak benar benar ada aku
dalam larik larik sajak yang coba kau tulis
setelah membaca syair syair Sapardi kesukaan kita
kau bilang kita se jiwa?
tapi satu hari kau melempar kesalmu ke langit
ke dalam diam yang hening dan aneh
menguaplah seluruh kata
tidak benar benar ada aku di sana
| Pinggang Cirarab, November 2025
FRAGMEN KAMU
Bagian 2
Aku sulit tidur sampai kerontang isi kepalaku
setelah pukul satu
aku diserang semua hal tentangmu
tentang 1.956 hari sejak pertemuan pertama itu
aku ingat di hari ke enam belas kau mendekat dan berbisik
“Kamu mengingatkanku pada teduh seorang kekasih.
Padanya aku teguhkan janji untuk menjemputnya
kelak dan membawanya ke pelaminan.”
kekasihmu, purnama yang ranum dan manis
*
Aku juga ingat mata cemasmu
saat hujan mulai menderas di satu jalan
kita menepi di dinding sepi
tempias dari kepala sampai ke kaki
mata cemas itu juga mengingatkanku
pada seorang penyair yang datang melamarku
di malam gerimis dengan sebait puisi
ah, kenapa kau seperti dia?
*
Aku pernah bercermin pada matamu
sepertinya ada aku di sana
apakah benar benar aku?
atau hanya bayang bayang
untuk hilangkan kesepian yang menyiksa?
*
Suatu hari nanti
bila aku menjadi asing
kata kataku menguap
dan bunga bungsu zinnia
tak lagi ada di depan rumahku
itulah saat aku pamit
ingat lagu yang kukirim tempo hari?
dengarkan saja lagunya
tak usah tanya mengapa
| Pinggang Cirarab, November 2025
RUANG RAHASIA
Aku menemukannya di ruang rahasia
dibangun dari air mata yang mengkristal
ia berdiri, menatap seperti telah lama menetap
mungkin dia datang dari masa lalu
yang telah kutulis di bagian ke enam belas buku sejarahku?
atau ia adalah bait bait doa yang mewujud
seorang lelaki tegak seperti alif
hanya kata ‘sama’ yang terus kubaca dan kuterjemahkan dengan ragu
*
Aku menemukannya di ruang rahasia
tak kurang dari lima paragraf yang sama dalam narasi hari hari
membuat kami tercengang dan terkikik sendiri
menerka apakah aku adalah tulang rusuknya
dan ia adalah sayap bagi jiwaku yang patah?
segala terlampau indah
kami akan hidup bersama di sebuah rumah bergaya skandivia
dengan jendela besar, bercat putih dan abu cerah
lalu matahari sore berkilau di antara mata yang saling pandang
tapi badai mengamuk, rumah skandinavia hanya gambar di kertas yang koyak
oleh angin dan hujan
lalu terinjak injak kenyataan
aku dan dia tetap dipisah waktu
tanpa kata maaf atau terimakasih
tanpa tangan yang sempat terangkat untuk mengucap selamat tinggal
*
Aku menemuinya di ruang rahasia
katanya, sandinya adalah “aku takkan kemana mana”
kurapal, pintu terbuka dan ada namaku di sana
Katanya, hanya ada aku dan kamu
saling diam dalam dunia yang tidak pernah
benar benar membutuhkan banyak suara
aku duduk di ruang sunyi itu
-mencoba mengetuk bagian terdalam dirimu
yang terlupakan dan mengisi sepi-
nyaman bukan?
sayangnya, aku merasakan nyaman yang sama.
*
Nanti di ruang rahasia itu pula
aku akan mengulang kalimatnya dalam sebuah surat
“Jika suatu hari nanti, perjalanan kita harus berakhir
di batas takdir yang tak bisa aku lawan,
aku ingin kamu tahu : kamu pernah menjadi keheningan
paling indah dalam hidupku.”
| Pinggang Cirarab, November 2025
SEBUAH PESAN
Hujan tak mesti menunggu kita menepi untuk reda
cinta juga tak mesti menunggu kita tua untuk hilang
menunggu dalam cinta yang tak berkesudahan
adalah perjalanan penuh kecamuk badai di tengah laut
bukan laut yang salah
tapi kita yang terlampau berani berlayar
tanpa tahu rasi bintang dan ramalan cuaca
| Pinggang Cirarab November 2025
PROFIL PENULIS

Anna Lestari, alumni Majelis Puisi Rumah Dunia Tahun 2012. Ibu rumah tangga, homeschooler, dan perintis komunitas literasi Tepian Literate Club. Anna menetap di pinggang sungai Cirarab dan menikmati waktu luang dengan membaca buku dan menghandel Kelas Kreasita. Bisa dikontak di ig @cerita.ibukika


























